Kamis, 31 Januari 2013

rindu rumah

teruntuk yang merindukan kampung halamannya,.

aku tahu,.pasti angin rumahmu sedang menggelayut di hidungmu
suasana damai malam disana tak sedamai pikiranmu sekarang
keramaian kesibukanmu pun tak mampu mnenandingi suasana ramai ketika anak-anak bermain bola dipelataran depan rumahmu
bahkan suara adzan disini memaksa otakmu mengingat suara adzan di masjid depan rumahmu

sabar sayang,,
kau banyak tugas disini
tugas ini untuk diselesaikan
tugas ini untuk kau pertanggungjawabkan pada mereka yang sedang berada di rumah,.menunggumu
semakin kau menghiraukan tugas ini
semakin kau menambah siksa rindumu pada rumah

mengapara tak kau jadikan rindumu sebagai penyemangat untuk menyelesaikan tugasmu?
tantang semua tugasmu,.kalahkan mereka
agar kau bisa merasakan hangatnya suasana rumah
agar kau bisa menikmati hidangan khas rumah
agar kau bisa melupakan semua masalahmu
agar kau bisa menyunggingkan senyummu
senyum manismu
senyum yang membuatku rindu
senyum yang tlah lama tak kulihat

Selasa, 29 Januari 2013

Pragmatics

           Pragmatics (Wijana, 1996: 2) is a branch of linguistics studying about meanings externally. Pragmatics studies the context-dependent meaning in an utterance. It means that pragmatics involves the interpretation of what people intend on their utterance in a certain condition. That thing differentiates pragmatics with other studies which study about meaning such as semantics, etc. Pragmatics is the study of contextual meaning. Based on Yule (1996: 3) pragmatics relates to the speaker’s intention on sentence uttering and hearer’s interpretation on meaning interpreting on the sentence.
            Pragmatics is the language study which is used on the communication in a certain condition (Nadar, 2009:2). This study analyzes the meaning of speaker utterance which is not obviously said. As the result, it affects of the hearer’s exegesis on that utterance to recognize the intended invisible meaning. The hearer’s exegesis is influenced by main factor which covers the condition of the utterance. The main factor is named as context. However, pragmatics can be defined as the science which study about the intention meaning conveyed by speaker and interpreted by hearer. Simply, pragmatics is the study which analyzes on utterance intention and interpretation.

Source:
Nadar, F.X. 2009. Pragmatik & Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset.
Yule, George. 1996. Pragmatics. Oxford: Oxford University Press.

Nominasi atau Nomine?


Nominasi atau Nomine?

Akhir-akhir ini, banyak diselenggarakan acara penghargaan bagi sosok masyarakat yang berbakat atau berprestasi baik dari kalangan pengusaha, ilmuwan ataupun artis. Dalam acara penghargaan tersebut sering dijumpai penggunaan kata nominasi. Pewara sering melafalkan “dan, nominasi untuk kategori aktor terbaik adalah...” Penggunaan kata tersebut pada dasarnya telah mengalami penyimpangan dari arti sesungguhnya. Kesalahan penggunaan kata tersebut seperti terjadi secara turun menurun karena penggunaan yang terus menerus tanpa menghiraukan arti sesungguhnya.
Kata nominasi adalah kata serapan dari bahasa Inggris yang diambil dari kata nomination. Dalam KBBI edisi keempat tahun 2008, nominasi (nomina) adalah pengusulan atau pengangkatan sebagai calon: pencalonan, sedangkan pada saat ini kata nominasi dipahami oleh kalangan masyarakat luas sebagai orang yang dicalonkan. Kata nominasi juga telah terdaftar dalam buku Senarai Kata Serapan Dalam Bahasa Indonesia 1996 sebagai kata serapan dari bahasa Inggris.
Kata yang tepat untuk menggantikan pengggunaan kata nominasi adalah kata nomine. Kata nomine (nomina) berarti orang yang diunggulkan atau dicalonkan. Nomine adalah orang yang dicalonkan oleh nominator (nomina), orang yang mencalonkan atau mengunggulkan. Apakah kita masih akan menggunakan kata nominasi untuk menggantikan kata nomine?

Sumber: Majalah TEMPO  Edisi 21-27 Desember 2009 No.3844

Senin, 21 Maret 2011

Kaum Muda Memerangi Kelaparan dan Malnutrisi

Kaum Muda Memerangi Kelaparan dan Malnutrisi
Kemajuan suatu Negara sangat tergantung pada sumber daya manusia yang ada pada Negara tersebut. Sumber daya manusia yang dibutuhkan adalah sumber daya yang berkualitas dengan kuantitas yang optimal. Standart kualitas sumber daya manusia ditentukan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang berpengaruh adalah kompisisi asupan gizi dalam makanan. Makanan memiliki peranan yang penting dalam pembentukan sumber daya manusia yang prima. Makanan yang layak dikonsumsi adalah makanan yang mengandung gizi seimbang, kaya akan kandungan karbohidrat, vitamin, protein dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Akan tetapi, Indonesia sering mengabaikan tentang pentingnya mengkonsumsi makanan yang bergizi cukup. Hal ini dibuktikan dengan adanya kasus tentang kelaparan dan malnutrisi yang masih mudah dijumpai di masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, kaum muda memiliki beban untuk membantu Indonesia dalam pemberantasan kelaparan dan malnutrisi. Berikut ini adalah tiga fase waktu yang penting dalam penuntasan kelaparan dan malnutrisi di Indonesia. Dalam ketiga fase tersebut, kaum muda dapat mencoba menunjukkan kiprah dalam pengentasan kelaparan dan malnutrisi.
Fase pertama adalah fase pencegahan. Pada fase pencegahan ini dilakukan berbagai cara yang bisa menghindarkan masyarakat Indonesia dari kelaparan dan malnutrisi. Cara yang bisa ditempuh adalah dengan mengajak masyarakat untuk mengenali sumber-sumber gizi secara langsung. Misalnya, memberikan bibit ikan lele yang merupakan sumber protein untuk dibudidayakan dalam masyarakat tersebut, membiasakan masyarakat untuk menanam sayur-sayuran ataupun buah-buahan yang kaya akan vitamin di pekarangan rumah, atau mensosialisasikan makanan sumber karbohidrat seperti jagung, sagu ataupun ketela sebagai alternatif pilihan jika tidak tersedia padi. Cara tersebut dapat dilaksanakan sehingga masyarakat mengerti mana yang bisa dimakan dan mana yang berasupan gizi baik untuk tubuh manusia sesuai dengan hakikat alam bahwa tidak ada makhluk alam biotik dibumi ini yang tidak memberi manfaat bagi kehidupan manusia. Tentunya dalam melaksanakan kegiatan tersebut, kaum muda harus memperhatikan kondisi geografis dalam suatu masyarakat tersebut. Jika kondisi geografis tidak mendukung, maka kita harus menemukan solusi untuk mengantisipasi kegagalan ataupun salah sasaran, seperti penyuluhan tabulapot (tanaman buah dalam pot) pada daerah yang memilki keterbatasan area, menunjukkan cara pembuatan kolam pada daerah yang minim air dan sebagainya. Cara lain yang efektif adalah memberikan promosi gizi, advokasi dan sosialisasi tentang makanan sehat dan bergizi seimbang dan pola hidup bersih dan sehat melalui kegiatan diskusi interkaktif, pemberian selabaran, ataupun ceramah menarik sehingga terwujud keluarga sadar gizi.
Kedua, fase penyembuhan. Fase penyembuhan adalah fase pemulihan ketika masyarakat sudah terlanjur mengalami kelaparan atau malnultrisi. Banyak jalur yang dapat dilakukan dalam proses peneyembuhan. Penaggulangan secara langsung masalah gizi yang terjadi pada masyarakat rawan terjangkit kelaparan dan malnutrisi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan. Penanggulangan tersebut melalui pemberian intervensi gizi (suplementasi), seperti kapsul Vitamin A, MP-ASI dan makanan tambahan. Selain itu, tindakan medis sangat diperlukan bagi sang penderita kelaparan atau malnutrisi. Membawa penderita langsung ke rumah sakit dapat meringankan beban penyakit sang penderita dan membatasi indikasi yang mungkin bisa terjadi akibat kelaparan dan malnutrisi.
Fase pemulihan adalah fase yang ketiga. Fase ini adalah fase yang tersulit dari semua fase karena fase ini merupakan fase untuk mempertahankan mantan penderita kelaparan dan malnutrisi dalam kondisi baik dan sehat. Dalam fase ini sering terjadi kegagalan karena biasanya setelah mengalami tindakan di fase kedua, masyarakat rentan menderita kelaparan dan malnutrisi kembali. Hal itu umumnya disebabkan oleh kondisi ekonomi sang mantan penderita yang kesulitan untuk mendapatkan makanan berasupan cukup gizi. Cara yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi masalah keuangan adalah menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan swasta/dunia usaha dan masyarakat untuk mobilisasi sumberdaya dalam rangka meningkatkan daya beli keluarga untuk menyediakan makanan sehat dan bergizi seimbang. Cara tersebut merupakan cara mengeksiskan kekontinuitasan program gizi, pemberian intervensi gizi. Disamping itu, fase pemulihan dapat diartikan dengan pengulangan dari fase pencegahan, yaitu sang mantan penderita diberi informasi bagaimana cara untuk mendapatkan asupan gizi yang cukup dengan mudah.
Secara singkat, kekhawatiran akan masalah kelaparan dan malnutrisi dapat diatasi didalam ketiga fase diatas. Ketiga fase tersebut merupakan wadah bagi kaum muda untuk mengabdikan diri pada masalah kelaparan dan malnutrisi yang tengah terjadi di Indonesia. Sedikit kesadaran dan tindakan nyata dari kaum muda berarti besar bagi masalah kelaparan dan malnutrisi.